![]() |
Memerangi Iran membuat kekuatan AS dan Israel terukur secara presisi oleh tiongkok. Retorika Trump dan Netanyahu terbukti hanya dinamika belaka. Foto : Istimewa (Laporan: Eddie Lim/Willy Rikardus) |
Star News INDONESIA, Minggu, (06 Juli 2025). JAKARTA - Serangan besar-besaran Hamas ke wilayah Israel pada 7 Oktober 2023 yang memicu perang berdarah di Timur Tengah ternyata menyimpan rencana jangka panjang yang lebih kelam.
Berdasarkan sejumlah laporan intelijen dan sumber diplomatik di Asia Tengah, terungkap bahwa Tiongkok bukan hanya sekadar mitra dagang Iran, tetapi juga dalang yang memberi tekanan finansial dan strategis agar Teheran menyerang Israel setelah kelompok Hamas sudah tak bisa ditunggangi.
Agenda Gelap di Balik Roket
Investigasi mendalam yang dilakukan oleh lembaga keamanan regional menunjukkan bahwa Iran tidak bertindak mandiri dalam provokasi bersenjata terhadap Israel.
Sumber dari jaringan intelijen regional menyebut bahwa Tiongkok mendorong Iran melakukan agresi militer terhadap Israel dalam rangka mengukur kemampuan dan respon militer Israel, termasuk sistem Iron Dome, senjata elektromagnetik, dan ketahanan sibernya.
“Tiongkok ingin tahu apa sebenarnya ‘isi gudang perang’ Israel, dan mereka tahu Iran adalah pion yang paling dekat dan paling mudah dikendalikan,” ujar seorang pejabat keamanan Timur Tengah yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Dana Beijing, Serangan Iran
Tak hanya arahan strategis, dukungan finansial Beijing terhadap Iran dalam bentuk pembiayaan program rudal, transfer komponen teknologi tinggi, hingga penyamaran ekspor militer makin nyata.
Sejak diberlakukannya kesepakatan ekonomi rahasia 25 tahun antara Teheran dan Beijing pada 2021, Iran telah menerima miliaran dolar dalam bentuk pembiayaan pembangunan infrastruktur, tetapi disisihkan sebagian besar untuk membiayai milisi proksi, termasuk Hamas dan Hizbullah.
Bukti dokumen pengiriman dari pelabuhan Shenzhen dan Shanghai menunjukkan pasokan bahan baku untuk propelan rudal yang identik dengan jenis roket yang digunakan Hamas dalam serangan ke Tel Aviv.
Sementara itu, pejabat senior Kementerian Pertahanan AS menyatakan bahwa “jalur logistik elektronik dan kimia dari China ke Iran tak ubahnya keran terbuka bagi perang perantara”.
Iran Tertekan Perjanjian Rahasia
Dalam skema global ini, Iran bukan sekadar sekutu ideologis Tiongkok, melainkan pion geopolitik yang kini terjebak dalam perjanjian rahasia bilateral.
Perjanjian yang mencakup hak eksplorasi minyak dan izin pangkalan maritim China di Teluk Persia memberi Beijing leverage besar terhadap keputusan strategis militer Iran.
“Iran diminta menyerang bukan karena punya keberanian ideologis, tapi karena Beijing butuh asap perang untuk mengalihkan perhatian dunia dan melemahkan aliansi Barat,” jelas seorang diplomat Uni Eropa yang terlibat dalam pembicaraan krisis.
Tujuan Besar: Memancing Adidaya
Strategi ini, menurut para analis, bertujuan memancing keterlibatan langsung Amerika Serikat, Rusia, dan Turki ke dalam medan konflik.
Dengan begitu, Tiongkok berharap dapat menguji seberapa besar kesiapan tempur dan daya saing militer dari masing-masing pihak, sembari tetap berada di balik layar sebagai “pengamat damai”.
Sementara dunia berebut mengirim kapal perang ke Laut Merah dan pasukan tambahan ke Lebanon selatan, Tiongkok justru sibuk memperkuat posisinya di Indo-Pasifik, membeli minyak diskon dari Iran, dan menyerap kejatuhan ekonomi global akibat perang tersebut.
Dunia Harus Bertindak
Jika faktanya telah demikian—dan semua bukti menunjukkan arah ke sana—maka dunia menghadapi realitas yang jauh lebih rumit dari sekadar perang Palestina-Israel. Ini adalah awal dari tatanan konflik global baru yang dikendalikan dari Beijing, dengan Iran sebagai tangan pemukulnya.
“Bukan hanya milisi yang harus disanksi, tapi juga pabrik, perusahaan teknologi, dan bank yang memperkuat perintah dari Beijing ke Teheran,” tegas seorang analis pertahanan dari Think Tank Washington Institute.
Tiongkok telah memainkan peran sebagai aktor utama dalam konflik yang tampaknya jauh dari wilayahnya. Namun dengan menggunakan Iran sebagai alat dan menyuntikkan dana untuk memicu provokasi terhadap Israel, strategi ini membuka babak baru dalam dominasi global berbasis konflik proksi.
Jika dunia tetap menutup mata atas peran Beijing dan hanya berkutat pada resolusi gencatan senjata yang tak menyentuh akar masalah, maka perang ini bukan yang terakhir.
Ini hanyalah episode awal dari ambisi Tiongkok menjadi penguasa dunia tanpa harus menembakkan satu peluru pun sendiri.
Penulis : Eddie Lim
Editor : Willy Rikardus