![]() |
Aktivitas intensif di wilayah utama penghasil minyak WTI, Lokasi: Permian Basin, Texas. Foto : Eli Hartman/Reuters |
Star News INDONESIA, Sabtu, (28 Juni 2025). JAKARTA - Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) ditutup naik tipis sebesar 0,4% pada \$65,5 per barel hari Jumat lalu, namun mencatat penurunan mingguan paling tajam dalam lebih dari dua tahun terakhir—yakni sekitar 11%.
Penurunan tajam ini menandai reaksi pasar terhadap meredanya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, khususnya setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan gencatan senjata antara Iran dan Israel.
Sebelumnya, harga minyak sempat melonjak di atas \$80 per barel akibat kekhawatiran gangguan pasokan selama konflik meningkat.
Namun, gencatan senjata yang diumumkan Trump, serta sinyal kebijakan yang kurang konsisten terhadap tekanan minyak Iran, membuat premi risiko geopolitik memudar dengan cepat.
Sementara itu, tekanan terhadap harga juga datang dari meningkatnya ekspor minyak mentah Iran ke China yang mencapai rekor tertinggi pada bulan Juni. Fakta ini menambah pasokan global di tengah sanksi AS yang dinilai kurang efektif.
Meski begitu, analis pasar mencatat adanya faktor pendukung harga ke depan. Inventaris sulingan di AS mengalami penarikan besar, dan aktivitas kilang menunjukkan peningkatan signifikan menjelang musim panas—sinyal awal bahwa permintaan mungkin akan kembali menguat.
Selain itu, keputusan OPEC+ dalam waktu dekat juga menjadi perhatian utama pasar, terutama menyangkut rencana peningkatan produksi sekitar 411 ribu barel per hari pada Juli dan Agustus.
Dengan semua perkembangan ini, fokus investor kini beralih dari ketegangan geopolitik menuju faktor fundamental pasar energi global.
Penulis : Hans Werang
Editor : Willy Rikardus