Christian Lescrow Bengngu : Ada Apa dengan Kementerian HAM?
ⒽⓄⓂⒺ

Christian Lescrow Bengngu : Ada Apa dengan Kementerian HAM?

Jumat, Juli 11, 2025
Drs. T. Christian Lescrow, B. STh. Pemimpin Redaksi Star News Indonesia. Foto : Istimewa



Star News INDONESIAJumat, (11 Juli 2025). JAKARTA - Insiden intoleransi yang terjadi di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menimbulkan keprihatinan mendalam dari berbagai kalangan. 


Aksi pembubaran paksa terhadap kegiatan retret keagamaan yang dihadiri oleh anak-anak dan remaja Kristen tidak hanya mengoyak rasa kemanusiaan, tetapi juga menantang prinsip-prinsip dasar negara hukum yang menjunjung tinggi kebebasan beragama dan berkeyakinan.


Respons cepat dari Kepolisian Republik Indonesia dalam menetapkan delapan orang tersangka patut diapresiasi. 


Tindakan ini menunjukkan bahwa Aparat Penegak Hukum (APH) bekerja profesional dan tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum. 


Penegasan ini juga mengirimkan pesan kuat bahwa intoleransi tidak memiliki tempat di Republik Indonesia.


Kasus ini telah menjadi perhatian luas, tidak hanya di media nasional, namun juga mendapat sorotan dari media internasional. 


Reaksi publik pun datang dari berbagai pihak, termasuk tokoh-tokoh Muslim moderat yang mengecam keras aksi persekusi tersebut.


Bahkan, seorang mantan penasihat hukum Presiden Prabowo Subianto turut menyuarakan keprihatinannya secara terbuka, sambil mengingatkan bahwa tindak persekusi, kekerasan, dan diskriminasi semacam itu dapat dikenai sejumlah pasal hukum, antara lain:


* Pasal 170 KUHP (tindak kekerasan bersama terhadap orang atau barang)

* Pasal 55 dan 56 KUHP (peran serta dalam kejahatan)

* Pasal 156 KUHP (penyebaran kebencian atau permusuhan terhadap kelompok)

* Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 (Perlindungan Anak)

* Undang-Undang No. 40 Tahun 2008 (Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis)

* Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 (Hak Asasi Manusia)


Dari sudut pandang hukum, tindakan kekerasan dan intoleransi ini tampak dilakukan secara terencana dan sengaja, sehingga memenuhi unsur pelanggaran pidana yang serius. 


Dalam konteks ini, kehadiran Kementerian HAM yang dikabarkan hendak mengajukan penangguhan penahanan terhadap para tersangka justru menimbulkan tanda tanya besar. 


Alih-alih mendukung proses penegakan hukum dan perlindungan hak asasi, tindakan tersebut justru bisa dianggap kontraproduktif terhadap semangat keadilan dan amanat konstitusi.


Lebih dari itu, langkah tersebut dapat menimbulkan persepsi publik bahwa lembaga yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam penegakan HAM justru terkesan melindungi pelanggar HAM. 


Bila benar demikian, maka perlu dipertanyakan apakah Kementerian HAM masih selaras dengan arah kebijakan Presiden Prabowo Subianto, yang secara tegas ingin menghapus diskriminasi dan membangun Indonesia sebagai rumah bersama bagi semua warga, tanpa memandang suku, agama, atau keyakinan.


Sebagai bagian dari pemerintahan, Kementerian HAM seharusnya tunduk dan loyal terhadap arahan Presiden, yang telah dipercaya rakyat melalui mandat demokratis. 


Tidak semestinya ada pernyataan yang membingungkan publik, atau langkah-langkah yang berpotensi melemahkan semangat persatuan dan keadilan. 


Apalagi seluruh biaya operasional kementerian berasal dari pajak rakyat, sehingga akuntabilitas dan keberpihakan terhadap nilai-nilai konstitusi adalah keharusan mutlak.


Negara ini tidak boleh mentoleransi segala bentuk intoleransi dan diskriminasi, sekecil apa pun. 


Jika hal semacam ini dibiarkan atau dianggap remeh, maka yang dipertaruhkan bukan hanya nilai-nilai kebangsaan, tetapi juga stabilitas politik, sosial, dan ekonomi nasional. 


Investasi asing tidak akan datang ke negara yang tidak mampu menjamin ketertiban sosial dan keadilan hukum.


Perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap arah kebijakan dan sikap Kementerian HAM. Jangan sampai institusi ini menjadi sumber blunder di tengah upaya keras Polri dan pemerintah dalam menciptakan stabilitas nasional.


Kementerian ini harus menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan keadilan dan perdamaian — bukan sekadar menjadi papan nama tanpa makna.


Kami percaya, bangsa ini bisa belajar dari peristiwa ini. Namun pelajaran itu hanya akan bermakna bila disertai dengan keberanian untuk bertindak tegas dan komitmen untuk menegakkan keadilan tanpa kompromi.


Editor : Willy Rikardus/Maria Patricia

πŸ…΅πŸ…ΎπŸ†ƒπŸ…Ύ πŸ†ƒπŸ…΄πŸ†πŸ…±πŸ…°πŸ†πŸ†„ :




Bagikan ini ke

ⓈⒽⒶⓇⒺ :

Komentar Anda

TerPopuler