Star News INDONESIA, Kamis, (10 Juli 2025). JAKARTA - Pemerintah Indonesia resmi membuka peluang ekspor data genomik ke luar negeri melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Dalam Pasal 340 ayat 1, disebutkan bahwa ekspor data genomik diperbolehkan untuk tujuan riset, pengembangan, atau peningkatan kapasitas teknologi medis.
Namun, kebijakan ini menuai kekhawatiran dari sejumlah kalangan karena dinilai membuka celah bagi pihak asing mengakses aset genetik bangsa.
Data genomik merupakan informasi biologis sangat sensitif yang tidak hanya terkait dengan individu, tetapi juga mencerminkan keragaman genetik seluruh populasi Indonesia.
Ketika data ini dikirim ke luar negeri, maka Indonesia berisiko kehilangan kendali atas aset genetik strategis yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan produk farmasi atau bioteknologi oleh perusahaan asing.
“Ini bukan hanya soal teknologi. Ini soal kedaulatan nasional,” ungkap Drs. T Christian L Bengngu, STh., Pemimpin Redaksi Star News Indonesia, Pada Kamis, (10/07/2025), di Jakarta.
Ia menyebutkan bahwa keterbukaan dalam ekspor data genomik dapat dimanfaatkan oleh perusahaan multinasional untuk keuntungan mereka sendiri tanpa ada jaminan bahwa masyarakat Indonesia akan memperoleh manfaat yang setara.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa data genomik kini telah menjadi komoditas emas dalam dunia riset dan industri kesehatan global.
Dalam skema imperialisme modern, penguasaan atas data kesehatan suatu negara menjadi strategi baru pengaruh geopolitik. Indonesia, dengan kekayaan genetiknya yang unik, bisa menjadi sasaran empuk.
“Kalau tidak diawasi ketat, ini bisa menjadi bentuk penjajahan baru—bukan dengan senjata, tapi dengan data,” ujar Christian.
Ancaman privasi juga menjadi sorotan. Ketika data genomik dikelola oleh entitas luar negeri, tidak ada jaminan mutlak bahwa data tersebut tidak akan bocor, disalahgunakan, atau diperdagangkan.
Risiko terhadap keamanan data pribadi warga negara meningkat tajam, apalagi jika tidak diiringi regulasi dan pengawasan yang ketat dari pemerintah.
Selain itu, produk-produk farmasi yang dikembangkan dari data genetik rakyat Indonesia berpotensi dijual kembali ke dalam negeri dengan harga mahal.
Tanpa pengelolaan strategis, Indonesia bisa hanya menjadi pemasok data mentah, sementara nilai tambah dinikmati oleh negara lain.
“Ini bukan sekadar isu teknis. Ini soal masa depan generasi kita,” pungkas Christian. Ia menyerukan agar seluruh elemen bangsa, termasuk pemerintah dan masyarakat, menyadari pentingnya kedaulatan data sebagai bagian dari kedaulatan nasional.
Demikian pernyataan resminya tersebut agar menjadi pertimbangan Menteri Kesehatan RI dan seluruh rakyat Indonesia, sebagai bentuk tanggung jawab moral dan kebangsaan di era digital dan bioteknologi global.
Penulis : Cheryil Apriani
Editor : Maria Patricia

