Pola Makan Mewah: Tren Kesehatan atau Sekadar Gaya Hidup Elit?
ⒽⓄⓂⒺ

Pola Makan Mewah: Tren Kesehatan atau Sekadar Gaya Hidup Elit?

Selasa, September 09, 2025
Gaya Hidup Mewah dan Makanan Sehat: Antara Nutrisi dan Prestise. Foto : Julliet Kalalo/Willy Rikardus


Star News INDONESIASelasa, (09 September 2025). JAKARTA - Dari restoran berbintang Michelin hingga sajian eksotis berbahan baku langka, pola makan mewah semakin menjadi simbol status sosial di era media sosial. 


Namun, di balik plating cantik dan harga selangit, muncul pertanyaan krusial: apakah pola makan mewah memang lebih sehat, atau hanya menjadi bagian dari gaya hidup elit?


Mewah Tidak Selalu Sehat


Menurut dr. Rina Susanti, salah satu ahli gizi klinis terpercaya, makanan mewah tidak selalu identik dengan makanan sehat. 


“Banyak orang menganggap bahwa semakin mahal atau eksklusif suatu makanan, maka otomatis lebih sehat. Padahal, tidak selalu demikian,” ujarnya kepada Star News Indonesia


Beberapa menu fine dining misalnya, meski menggunakan bahan berkualitas tinggi, kerap kali justru tinggi garam, gula, atau lemak untuk memperkaya cita rasa. 


“Makanan-makanan seperti foie gras, wagyu, atau dessert berbasis truffle itu nikmat, tapi belum tentu sehat jika dikonsumsi rutin,” tambah dr. Rina.


Bahan Alami vs Label Premium


Di sisi lain, makanan mewah memang sering kali menggunakan bahan organik atau lokal berkualitas tinggi yang tidak mudah ditemukan. Misalnya, ikan segar dari perairan Norwegia atau rempah langka dari Madagaskar. Namun, seperti dijelaskan oleh Chef William Tan, salah satu juri kompetisi kuliner nasional, 


“Bahan bagus tidak otomatis membuat makanan jadi sehat. Cara pengolahan dan porsinya sangat menentukan.”


“Yang penting bukan semata bahan mewahnya, tapi bagaimana makanan tersebut diproses — dikukus, dibakar, atau digoreng dengan mentega tebal. Itu semua punya dampak besar ke tubuh,” jelasnya.


Efek Psikologis dan Sosial


Pola makan mewah juga dinilai memberikan efek psikologis tertentu. Dalam sebuah studi yang dirilis Harvard Health Publishing, pengalaman makan di tempat mewah bisa menurunkan tingkat stres sementara karena lingkungan dan pelayanan yang menyenangkan. 


Tapi manfaat tersebut bersifat sesaat dan tidak menggantikan pola makan sehat yang konsisten.


Sementara itu, psikolog sosial Dr. Andhika Prasetya menyebut bahwa “bagi sebagian orang, makan mewah lebih menjadi alat validasi sosial ketimbang kebutuhan gizi.” Fenomena ini makin marak seiring tren media sosial yang menampilkan gaya hidup glamor sebagai tolok ukur kesuksesan.


Seimbang Lebih Penting


Pada akhirnya, apakah pola makan mewah sehat atau tidak sangat bergantung pada pemilihan bahan, metode memasak, frekuensi konsumsi, dan keseimbangan nutrisi secara keseluruhan.


“Mewah boleh, tapi jangan lupa prinsip 4 sehat 5 sempurna,” tutup dr. Rina sambil tertawa.


Jadi, sebelum Anda memesan hidangan bernilai jutaan rupiah, ada baiknya bertanya: apakah saya lapar, butuh gizi, atau hanya ingin terlihat mewah?


Penulis : Julliet Kalalo

Editor : Willy Rikardus

𝓕𝓸𝓽𝓸 𝓣𝓮𝓻𝓫𝓪𝓻𝓾 :




Bagikan ini ke

ⓈⒽⒶⓇⒺ :

Komentar Anda

TerPopuler