![]() |
Petugas pemadam kebakaran dan warga Iran bergegas di lokasi bangunan yang hancur akibat serangan udara Israel di Teheran pada 13 Juni 2025. Foto: Vahid Salemi/AP — dilaporkan oleh Al Jazeera. |
Star News INDONESIA, Sabtu, (21 Juni 2025). JAKARTA - Dunia menyaksikan satu pekan penuh darah dan kehancuran setelah Israel melancarkan serangan udara besar-besaran ke fasilitas-fasilitas militer dan nuklir Iran.
Di tengah kekacauan itu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menetapkan tenggat waktu dua minggu untuk menguji jalur diplomasi, menyiratkan kemungkinan keterlibatan langsung Washington jika kekerasan terus berlangsung.
Menurut laporan dari Politico dan TIME, serangan udara Israel dimulai sekitar 13 Juni dan menargetkan situs-situs strategis seperti Natanz, Isfahan, dan Fordow. Meskipun kerusakan besar dilaporkan di dua lokasi pertama, fasilitas bawah tanah Fordow tampaknya tidak hancur total, memicu spekulasi bahwa serangan lanjutan masih akan terjadi.
Korban di pihak Iran sangat tinggi. Diperkirakan lebih dari 600 orang tewas, termasuk warga sipil, petinggi militer dan beberapa ilmuwan nuklir. Rumah sakit di Teheran kewalahan menangani gelombang korban luka, sementara pemerintah Iran menuduh Israel dan "kekuatan Barat" sebagai dalang kehancuran ini.
Tak tinggal diam, Iran membalas dengan meluncurkan rudal balistik ke beberapa kota di Israel, menyebabkan kerusakan serius di wilayah selatan, termasuk Rumah Sakit Soroka di Be’er Sheva. Namun, sistem pertahanan udara Iron Dome berhasil mencegat sebagian besar proyektil, membatasi jumlah korban.
Sementara itu, Presiden Trump mengisyaratkan bahwa AS belum akan ikut campur langsung—kecuali jika diplomasi gagal. Dalam pernyataannya kepada Washington Post, Trump menyatakan telah memberi waktu dua minggu bagi Iran untuk “kembali ke meja perundingan.”
Namun, pembicaraan di Jenewa antara Iran dan sejumlah perwakilan Eropa tampaknya belum membuahkan hasil konkret. Iran menolak berdialog selagi Israel terus menyerang, memperkeruh prospek perdamaian.
Kini, dunia menahan napas. Jika dalam dua minggu ke depan tidak ada jalan keluar diplomatik, bukan tak mungkin konflik regional ini meningkat menjadi perang yang melibatkan kekuatan besar.
Penulis : Tedi Abbaz
Editor : Septian Maulana