![]() |
Star News INDONESIA, Senin, (16 September 2024). JAKARTA - Pada tanggal 27 Agustus 1883, dunia menyaksikan salah satu letusan vulkanik terbesar dalam sejarah modern.
Gunung Krakatau, yang terletak di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra, meletus dengan kekuatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Letusan ini tidak hanya mengubah lanskap geografis, tetapi juga memiliki dampak global yang luas.
Letusan Krakatau 1883 dimulai dengan serangkaian gempa bumi yang mengindikasikan aktivitas vulkanik yang meningkat. Pada puncaknya, letusan utama mengeluarkan awan abu dan gas vulkanik ke atmosfer hingga ketinggian sekitar 80 kilometer.
Suara ledakan terdengar hingga 4.800 kilometer dari lokasi letusan, dan gelombang tsunami yang dihasilkan menghantam pantai-pantai sekitarnya dengan ketinggian lebih dari 30 meter.
Dampak letusan Krakatau sangat luas. Di Indonesia, ribuan orang kehilangan nyawa, dan banyak kota serta desa hancur akibat tsunami dan hujan abu. Lingkungan sekitar mengalami kerusakan parah, dengan vegetasi yang terbakar dan lahan pertanian yang rusak.
Namun, dampak letusan tidak berhenti di sini; abu vulkanik yang tersebar di atmosfer mempengaruhi iklim global. Suhu global menurun sementara efek visual dari debu dan sulfur memberikan langit yang berwarna merah dan oranye di banyak belahan dunia.
Fenomena ini menarik perhatian ilmuwan dan peneliti dari seluruh dunia. Observasi dan penelitian tentang Krakatau memberikan wawasan penting tentang aktivitas vulkanik dan dampaknya terhadap lingkungan dan iklim global. Letusan Krakatau menjadi studi kasus utama dalam ilmu vulkanologi dan meteorologi, serta menjadi pelajaran penting tentang bagaimana bencana alam dapat mempengaruhi dunia secara keseluruhan.
Secara keseluruhan, letusan Krakatau 1883 adalah salah satu peristiwa paling dramatis dalam sejarah alam yang menggambarkan kekuatan luar biasa dari kekuatan alam serta kompleksitas dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat dunia.
Penulis : M. Rahmat
Editor : Fajar Ali