GPKN Kritik MoU APDESI dan HAM Madina, Khawatir Jadi Tameng Hukum Dana Desa
ⒽⓄⓂⒺ

GPKN Kritik MoU APDESI dan HAM Madina, Khawatir Jadi Tameng Hukum Dana Desa

Jumat, Agustus 01, 2025
Ketua GPKN Madina, Muhammad Rezki Lubis (kiri) dan MoU DPC APDESI Madina dan Himpunan Advokat Madina (HAM). Foto : Magrifatulloh/Kartika Manalu


Star News INDONESIAJumat, (01 Agustus 2025). MADINA - Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPC APDESI) Mandailing Natal dan Himpunan Advokat Madina (HAM) mendapat sorotan tajam dari Gerakan Pantau Keuangan Negara (GPKN) Madina.


Ketua GPKN Madina, Muhammad Rezki Lubis, menyampaikan bahwa meski pendampingan hukum adalah hak setiap warga negara, kolaborasi tersebut harus dijalankan secara transparan dan akuntabel, terutama karena melibatkan pengelolaan Dana Desa yang berasal dari anggaran publik.


“Kami tidak anti terhadap kerja sama hukum. Tapi jangan sampai pendampingan ini menjadi tameng yang membuat kepala desa seolah kebal hukum. Ini rawan konflik kepentingan, bahkan bisa mengaburkan proses hukum jika ada dugaan penyimpangan dana desa,” ujar Rezki dalam keterangan tertulis, Pada Kamis, (01/08).


Rezki mempertanyakan sumber pendanaan dari kerja sama tersebut. Menurutnya, jika biaya pendampingan hukum bersumber dari Dana Desa namun tidak tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) dan APBDes, maka hal tersebut dapat melanggar aturan dan berpotensi menjadi tindak pidana korupsi.


“Setiap rupiah dari Dana Desa harus digunakan sesuai ketentuan. Jika tidak tercantum dalam APBDes, maka pengeluaran tersebut bisa dianggap penyimpangan administratif hingga berujung pidana,” tegasnya.


Pernyataan pihak HAM yang menyatakan siap mendampingi "setiap masalah" hukum yang dihadapi pemerintah desa juga disorot. GPKN khawatir hal tersebut dapat memunculkan persepsi publik bahwa hukum bisa dinegosiasikan demi melindungi pejabat desa.


“Kami menghargai jasa advokat, tapi hukum bukan alat dagang. Jangan sampai pendampingan ini memberi rasa aman semu dan malah menutup-nutupi kesalahan yang dilakukan kepala desa,” tambahnya.


Sebagai langkah pencegahan, GPKN mendesak Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Madina untuk terlibat aktif dalam mengawasi implementasi MoU tersebut, terutama dalam aspek penggunaan anggaran publik.


GPKN juga mendorong PMD Madina untuk mengeluarkan pedoman tertulis jika pola kerja sama seperti ini akan dijadikan model bagi desa-desa lainnya.


“Pendampingan hukum penting, tapi lebih penting lagi pendampingan moral dan integritas sejak awal, sebelum masalah muncul,” pungkas Rezki.


GPKN menyatakan akan terus memantau jalannya kerja sama tersebut, serta menilai apakah langkah ini dapat memperbaiki kualitas penyusunan APBDes sesuai dengan ketentuan hukum, atau justru menjadi alat untuk melanggengkan praktik menyimpang dalam pengelolaan dana desa.


Penulis : Magrifatulloh

Editor : Kartika Manalu

𝓕𝓸𝓽𝓸 𝓣𝓮𝓻𝓫𝓪𝓻𝓾 :




Bagikan ini ke

ⓈⒽⒶⓇⒺ :

Komentar Anda

TerPopuler