![]() |
Aksi protes berubah rusuh di Teheran, dengan bentrokan keras antara warga dan aparat serta terjadinya kebakaran besar, memperlihatkan eskalasi tekanan sosial terhadap rezim.(Reuters) |
Star News INDONESIA, Kamis, (19 Juni 2025). JAKARTA - Ketegangan yang terus meningkat antara Iran, Israel, dan negara-negara Barat menciptakan kekhawatiran baru bagi Rusia. Sejumlah pengamat menilai bahwa jika rezim Iran benar-benar runtuh, dampaknya akan menjadi pukulan geopolitik yang serius bagi Kremlin.
Mengutip The Guardian, Iran bukan sekadar sekutu biasa bagi Rusia. Negara itu telah menjadi mitra strategis utama di kawasan Timur Tengah, terutama sejak kerja sama militer intensif dalam konflik Suriah dan dalam menghadapi tekanan Barat. Runtuhnya rezim di Teheran akan memaksa Rusia kehilangan salah satu pilar penting kekuasaannya di kawasan itu.
“Rusia sangat berkepentingan menjaga kestabilan Iran,” tulis media tersebut. “Jika Iran jatuh, Rusia tidak hanya akan kehilangan pangkalan pengaruh, tetapi juga akan menghadapi tantangan serius dalam mempertahankan investasinya serta proyek-proyek energi dan militer.”
Laporan dari Washington Post juga memperkuat analisis tersebut. Meskipun hubungan keduanya tampak erat, Rusia justru enggan memberikan dukungan militer langsung kepada Iran di tengah ketegangan terbaru dengan Israel. Pemerintah Rusia dilaporkan menolak permintaan Iran untuk menyediakan sistem pertahanan udara dan jet tempur canggih.
“Rusia ingin menjaga hubungan baik dengan Iran, tapi tidak sampai mempertaruhkan konflik langsung dengan Israel atau Amerika Serikat,” ujar salah satu analis kebijakan luar negeri.
Lebih lanjut, Financial Times menilai bahwa Rusia dan bahkan Tiongkok kemungkinan besar tidak akan menggantikan kekosongan kekuasaan jika rezim Iran tumbang. Hal ini semakin menunjukkan bahwa dukungan terhadap Teheran bersifat pragmatis dan terbatas.
Skenario keruntuhan Iran akan memengaruhi Rusia dalam banyak aspek: dari jaringan aliansi regional hingga jalur suplai senjata dan pengaruh terhadap kelompok-kelompok proksi di Lebanon, Suriah, dan Irak. Bagi Kremlin, kehilangan sekutu utama seperti Iran bisa membuka ruang manuver lebih besar bagi Amerika dan NATO di Timur Tengah.
Sejauh ini, Rusia memilih strategi menunggu dan melihat. Namun, ketegangan yang berlarut-larut di kawasan dapat memaksa Moskow membuat keputusan sulit dalam waktu dekat.
Penulis : Deni Suprapto
Editor : Willy Rikardus