Star News INDONESIA, Minggu, (01 September 2024). JAKARTA - Kapal RMS Titanic, yang diluncurkan pada 31 Mei 1911, adalah simbol kemewahan dan inovasi teknologi pada awal abad ke-20. Dibangun oleh perusahaan White Star Line, Titanic dikenal sebagai "kapal yang tak bisa tenggelam," berkat desainnya yang canggih dan struktur yang diklaim sebagai sangat aman. Namun, reputasi tersebut menghadapi bencana ketika Titanic menabrak gunung es di Samudera Atlantik Utara pada malam 14 April 1912.
Kapal ini memiliki 16 kompartemen kedap air, yang seharusnya memastikan keselamatan penumpang jika terjadi kerusakan. Namun, tabrakan dengan gunung es menyebabkan lima dari kompartemen tersebut terisi air, melebihi batas aman kapal. Hasilnya adalah tenggelamnya Titanic dalam waktu kurang dari tiga jam setelah tabrakan, menewaskan lebih dari 1.500 orang dari total 2.224 penumpang dan awak.
Tragedi Titanic tidak hanya mengungkap kelemahan dalam desain kapal tetapi juga kekurangan dalam prosedur keselamatan maritim pada masa itu. Sebagai akibatnya, regulasi keselamatan pelayaran diubah secara drastis, termasuk persyaratan untuk jumlah sekoci yang cukup dan latihan evakuasi.
Selain dampaknya pada peraturan keselamatan, Titanic juga meninggalkan warisan budaya yang mendalam. Kisahnya sering dipelajari dan diceritakan dalam berbagai buku, film, dan dokumenter. Penemuan bangkai kapal pada tahun 1985 oleh tim ekspedisi yang dipimpin oleh Robert Ballard, membuka babak baru dalam studi sejarah Titanic, memungkinkan peneliti untuk lebih memahami detil dari kejadian tersebut.
Titanic adalah lebih dari sekadar kapal yang tenggelam; ia adalah simbol dari ambisi dan kesombongan manusia yang pada akhirnya mengajarkan pelajaran berharga tentang batasan dan tanggung jawab. Tragedi ini mengingatkan kita akan pentingnya keselamatan dan perencanaan dalam setiap inovasi teknologi.
Penulis : M. Rahmat
Editor : Burhanudin Iskandar