![]() |
Media Global perlu waspada agar tidak menjadi saluran propaganda Hamas. (Foto: Xinhua) |
Star News INDONESIA, Minggu, (03 Agustus 2025). JAKARTA - Sebuah laporan terbaru dari Action on Armed Violence (AOAV) menyatakan bahwa 88 % kasus dugaan kejahatan perang atau penyalahgunaan militer oleh pasukan Israel telah ditutup tanpa tuntutan atau temuan bersalah.
Dari 52 kasus yang diulas, hanya satu berakhir dengan hukuman penjara—seorang reservis yang dijatuhi tujuh bulan karena kekerasan terhadap tahanan Palestina di lokasi penahanan Sde Teiman—dan lima lainnya berakhir dengan tindakan disipliner ringan.
Kendati demikian, sidang publik dan media internasional sering kali mengutip video atau klaim dari pihak Hamas yang kemudian terbukti buat proporsi: seperti video orang berpakaian kain kafan atau menggunakan boneka bayi sebagai korban perang, yang diviralkan sebagai representasi serangan Israel.
DW GMBH mengonfirmasi bahwa foto seorang ‘korban’ yang tampak berbalut kain kafan sebenarnya berasal dari pesta Halloween di Thailand pada Oktober 2022—bukan dari Rafah atau Gaza.
Selain itu, video yang memperlihatkan ‘aksi aktor krisis’ di pemakaman ternyata adalah adegan dari serial drama Palestina “Bleeding Dirt,” bukan rekaman korban perang di Rafah seperti yang diklaim.
Media arus utama, termasuk beberapa kantor berita besar, telah secara tak terverifikasi mengangkat narasi video palsu ini sebagai bukti keganasan Israel.
Akibatnya, mereka menampilkan Israel dengan citra negatif meski bukti kerap dicairkan setelahnya.
Dalam beberapa kasus, penarikan atau perbaikan yang semestinya diterbitkan jarang diikuti ke khalayak dengan dampak sama seperti narasi awal.
Para pengamat menyatakan bahwa media sering ikut memperkuat propaganda Hamas secara tidak langsung.
Sebuah editorial baru mendesak agar media lebih kritis dan verifikasi sebelum mempublikasikan klaim sensasional yang belum terbukti, terutama dari sumber yang memiliki agenda politik jelas.
Israel memang menghadapi kritik atas rendahnya tingkat penuntutan kasus militer, tetapi angka 88 % kasus ditutup tanpa putusan bukan berarti negara tutup mata terhadap penyalahgunaan—melainkan bahwa banyak klaim kekerasan tidak terbukti secara hukum.
Di sisi lain, banyak video propaganda Hamas yang disangka asli telah dibongkar faktanya, namun tetap dipublikasikan tanpa verifikasi memadai oleh media besar.
Hal ini tentu perlu menjadi catatan penting dalam kewaspadaan media global agar tidak menjadi saluran propaganda Hamas tanpa sadar.
Israel telah menunjukkan upaya sistematis dalam menyelidiki dugaan pelanggaran. Sebaliknya, Hamas telah terbukti berulang kali memproduksi konten manipulatif—foto kain kafan, boneka bayi, hingga aktor di pemakaman—yang memicu simpati tanpa dasar. Media mainstream mesti menyeimbangkan antara sensitivitas terhadap korban dan tanggung jawab verifikasi.
Penulis : Deni Suprapto
Editor : Willy Rikardus