![]() |
Dark AI kecerdasan buatan berbahaya yang sedang mengintai. Foto : Imam Sulistyo/Burhanudin Iskandar |
Star News INDONESIA, Senin, (11 Agustus 2025). JAKARTA - Kecerdasan buatan (AI) kini tak hanya menjadi motor inovasi, tetapi juga memungkinkan terciptanya ancaman yang tak terlihat—sebuah fenomena yang kini disebut sebagai Dark AI.
Istilah ini mencakup penyalahgunaan AI untuk merancang serangan siber, manipulasi informasi, hingga ancaman terhadap privasi.
Fokus Utama: Phishing & Deepfake
Dalam 2025, dunia mengalami lonjakan dramatis serangan phishing berbasis AI—meningkat hingga 410% dari tahun sebelumnya. Email phishing bertenaga AI kini berhasil dibuka 70% dan di-klik hingga 40%, jauh lebih tinggi daripada phishing tradisional.
Insiden deepfake meningkat tujuh kali lipat sejak 2023, dengan 42.000+ kasus global dan kerugian mencapai US\$2,1 miliar, termasuk satu skenario penipuan USD 25 juta.
Ancaman Tambahan & Tren Terkini
Menurut laporan Darktrace, 74% profesional keamanan siber menganggap ancaman bertenaga AI sebagai tantangan besar saat ini, dan 90% percaya ancaman ini akan semakin keras dalam 1–2 tahun ke depan.
Secara global, serangan siber berbasis AI meningkat 70% pada tahun 2024—berupa phishing otomatis dan malware yang bisa menghindari deteksi tradisional.
Regulasi & Tanggung Jawab Global
Australia menyerukan label “high risk” untuk model AI umum seperti GPT, LLaMA, dan Gemini, serta mendesak regulasi AI khusus demi transparansi dan perlindungan data kreator.
Sementara itu, Uni Eropa melarang praktik AI yang melanggar privasi—seperti emosi-balancing oleh majikan, manipulasi pengguna oleh situs web, serta pengawasan wajah oleh polisi—di bawah AI Act yang berlaku penuh per Agustus 2026.
Dark AI bukan sekadar bab tersendiri dalam narasi kemajuan teknologi—ia perang yang berlangsung dalam bayangan. Untuk menghadapinya, dibutuhkan regulasi tegas, alat pertahanan AI canggih, serta kesadaran masyarakat terhadap potensi penyalahgunaan teknologi ini.
Penulis : Imam Sulistyo
Editor : Burhanudin Iskandar