Prancis dan Arab Saudi Desak Pengakuan Palestina, Israel Peringatkan Bahaya Terorisme
ⒽⓄⓂⒺ

Prancis dan Arab Saudi Desak Pengakuan Palestina, Israel Peringatkan Bahaya Terorisme

Selasa, Juli 29, 2025
Arab Saudi dan Prancis Pimpin Konferensi Gaza, Israel Sebut Langkah Gegabah. Foto : MSN


Star News INDONESIASelasa, (29 Juli 2025). JAKARTA - Dalam konferensi internasional tingkat tinggi yang digelar di markas besar PBB di New York, Arab Saudi dan Prancis memimpin dorongan global agar lebih banyak negara secara resmi mengakui negara Palestina. 


Namun, langkah ini menuai peringatan keras dari Israel, yang melihat pengakuan sepihak tersebut sebagai “penghargaan terhadap kekerasan” dan risiko terhadap stabilitas kawasan.


Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan bahwa Prancis akan mengakui negara Palestina pada Sidang Umum PBB mendatang di bulan September 2025, menjadikannya negara G7 pertama yang mengambil langkah tersebut. Macron menyebut keputusan ini sebagai bagian dari "dinamika kolektif" untuk mencapai solusi dua negara.


Namun, pemerintah Israel merespons dengan kekhawatiran mendalam. Dalam pernyataan resminya, Kementerian Luar Negeri Israel menyebut langkah Prancis dan konferensi yang digerakkan Arab Saudi sebagai “langkah sepihak yang membahayakan proses perdamaian yang sebenarnya.”


“Mengakui negara Palestina sekarang, ketika Hamas masih berkuasa di Gaza dan menolak eksistensi Israel, adalah memberi hadiah atas kekerasan dan terorisme,” kata Menteri Luar Negeri Israel, Yisrael Katz.


Israel menegaskan bahwa perdamaian hanya bisa dicapai melalui negosiasi langsung antara kedua belah pihak, bukan melalui tekanan internasional atau simbolisme diplomatik. Pemerintah Netanyahu menyebut pengakuan sepihak sebagai bentuk legitimasi terhadap kelompok-kelompok ekstremis yang telah berulang kali menyerang warga sipil Israel.


Amerika Serikat belum mengambil posisi resmi terhadap langkah Prancis, namun juru bicara Departemen Luar Negeri AS menegaskan bahwa “negara Palestina harus muncul dari proses negosiasi, bukan dari resolusi PBB.”


Sementara itu, Arab Saudi menyebut pengakuan Palestina sebagai kebutuhan strategis demi mengakhiri konflik berkepanjangan. 


Dalam konferensi tersebut, Riyadh mendorong pengakuan atas Palestina berdasarkan batas wilayah 1967, termasuk Yerusalem Timur sebagai ibu kota—sebuah posisi yang ditolak tegas oleh Israel.


Para analis memperingatkan bahwa tekanan sepihak untuk mengakui Palestina tanpa adanya jaminan keamanan bagi Israel dan tanpa reformasi di otoritas Palestina bisa memperkeruh konflik, bukan menyelesaikannya.


“Ini bukan tentang kedamaian, ini tentang politik simbolik yang mengabaikan realitas keamanan di lapangan,” ujar Profesor Daniel Ziv, pakar Timur Tengah dari Hebrew University.


Dengan menjelangnya Sidang Umum PBB September nanti, perdebatan global mengenai pengakuan Palestina diperkirakan akan semakin menguat. Bagi Israel, isu ini bukan sekadar diplomasi—tetapi menyangkut eksistensi dan hak warga negaranya untuk hidup aman.


Penulis : Eddie Lim

Editor : Meli Purba

𝓕𝓸𝓽𝓸 𝓣𝓮𝓻𝓫𝓪𝓻𝓾 :




Bagikan ini ke

ⓈⒽⒶⓇⒺ :

Komentar Anda

TerPopuler