![]() |
Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra (kiri) resmi ditangguhkan dari jabatannya. |
Star News INDONESIA, Selasa, (01 Juli 2025). JAKARTA - Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, resmi ditangguhkan dari jabatan oleh Mahkamah Konstitusi hari ini, setelah muncul rekaman percakapan telepon pribadinya dengan mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen, yang menuai kritik tajam di dalam negeri.
Rekaman berdurasi sekitar 9–17 menit itu pertama kali tersebar pada 18 Juni 2025, menampilkan dialog yang berlangsung tanggal 15 Juni 2025.
Dalam percakapan tersebut, Paetongtarn memanggil Hun Sen “uncle” dan menggambarkan dirinya sebagai “niece,” sambil menjanjikan “akan mengurus apa pun yang Bapak butuhkan”. Tak hanya itu, ia juga menyoroti sikap seorang komandan militer Thailand sebagai “opposisi” yang “cuma mau sekadar kelihatan kuat”—pernyataan ini dianggap melecehkan militernya sendiri.
Rekaman ini memicu kemarahan luas: pihak Bhumjaithai, mitra koalisi utama, langsung menarik dukungan mereka tanggal 18 Juni, sedangkan ribuan demonstran turun ke jalan meminta pengunduran diri PM, dengan slogan seperti “Ung Ing step down”. Aksi protes besar-besaran terjadi di Victory Monument, Bangkok, pada tanggal 28 Juni.
Puncaknya, Mahkamah Konstitusi mencabut kewenangan Paetongtarn pada 1 Juli 2025 setelah menerima petisi dari 36 senator, yang menuduhnya melanggar standar etika dan mengancam kedaulatan nasional. Suara hakim putusan ini adalah 7–2.
Dalam keputusan itu juga diputuskan bahwa Wakil PM Suriya Juangroongruangkit akan menempati posisi Pelaksana Tugas PM.
Meski ditangguhkan, Paetongtarn masih menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, setelah melaksanakan reshuffle kabinet yang disetujui Raja baru-baru ini.
Ia membela diri, menyebut strategi percakapan tersebut sebagai bentuk diplomasi informal untuk meredam ketegangan akibat bentrokan militer di perbatasan tanggal 28 Mei 2025, yang menewaskan satu tentara Kamboja.
Namun, publik dan politikus menilai taktik tersebut terlalu lunak dan meruntuhkan citra nasional.
Krisis ini makin menambah ketidakstabilan politik Thailand. Sejak kemenangan Pheu Thai pada 2023, pemerintahan dipenuhi gejolak dengan intervensi militer dan keputusan pengadilan.
Kekhawatiran akan kemungkinan kudeta atau pembubaran parlemen kembali mengemuka, terutama saat rakyat menuntut pertanggungjawaban.
Paetongtarn diberikan 15 hari untuk merespon tuduhan di Mahkamah. Jika terbukti melanggar, ia bisa sepenuhnya diberhentikan dari jabatan, membuka jalan bagi krisis lebih mendalam di tengah tekanan domestik dan internasional.
Penulis : Eddie Lim
Editor : Kartika Manalu