Kematian Direktur RS Indonesia Dianggap Sebagai Titik Balik Krisis Kesehatan di Gaza
ⒽⓄⓂⒺ

Kematian Direktur RS Indonesia Dianggap Sebagai Titik Balik Krisis Kesehatan di Gaza

Kamis, Juli 03, 2025
Dr. Marwan al-Sultan, tewas dalam serangan udara Israel Pada Rabu, (02/07/2025), dan RS Indonesia Rusak Parah (kanan).


Star News INDONESIAKamis, (03 Juli 2025). JAKARTA - Rumah Sakit Indonesia di Gaza, yang menjadi salah satu pusat layanan kesehatan utama di wilayah utara Jalur Gaza, kini kehilangan komandonya setelah Direktur utamanya, Dr. Marwan al-Sultan, tewas dalam serangan udara Israel, Pada Rabu, (02/07/2025).


Fasilitas ini dibangun atas dukungan masyarakat Indonesia dan telah menjadi simbol solidaritas kemanusiaan terhadap Palestina. 


Namun sejak Mei, RS ini mengalami kerusakan berat akibat pengeboman, termasuk pada ruang operasi dan generator utama.


Dr. al-Sultan tetap memimpin rumah sakit tersebut dalam kondisi tanpa listrik dan tanpa pasokan medis yang memadai. 


Ia bahkan beberapa kali terekam membantu evakuasi pasien saat serangan udara berlangsung.


Kematian sang direktur menyisakan kekosongan kepemimpinan yang serius. Beberapa dokter muda kini terpaksa mengambil keputusan medis dan administratif penting tanpa adanya supervisi dari figur senior.


Salah satu tenaga medis setempat, Dr. Ahmed Yusuf, menyebut kondisi saat ini sebagai “kekacauan total.” Menurutnya, alur rujukan pasien berhenti, catatan medis hancur, dan komunikasi dengan rumah sakit lain terputus total.


RS Indonesia kini merawat lebih dari 300 pasien, termasuk puluhan kasus luka berat dan penyakit jantung, namun hanya memiliki dua ahli bedah dan tak ada lagi dokter spesialis jantung.


Relawan MER-C yang sempat mengoperasikan rumah sakit tersebut telah dievakuasi sebelumnya karena eskalasi konflik. Kini, hanya tenaga lokal yang tersisa dan berjuang di tengah kondisi hampir tidak manusiawi.


Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan bahwa RS Indonesia membutuhkan bantuan logistik darurat dalam 48 jam ke depan atau akan dipaksa menghentikan layanan.


Beberapa organisasi internasional seperti ICRC dan WHO menyerukan agar rumah sakit tersebut dijadikan “zona perlindungan medis” di bawah pantauan PBB.


Namun hingga hari ini, belum ada jaminan perlindungan atau koridor kemanusiaan yang aman untuk rumah sakit tersebut dan para staf medisnya.


Penulis : Faizal Hamzah

Editor : Kartika Manalu

🅵🅾🆃🅾 🆃🅴🆁🅱🅰🆁🆄 :

Bagikan ini ke

ⓈⒽⒶⓇⒺ :

Komentar Anda

TerPopuler