![]() |
Israel Kirim Delegasi Damai ke AS, Sambil Bombardir 300 Nyawa di Gaza. Foto : Al Jazeera |
Star News INDONESIA, Jumat, (04 Juli 2025). JAKARTA - Ironi menggantung di langit Gaza. Ketika delegasi Israel menaiki pesawat menuju Washington untuk membahas "gencatan senjata", pesawat tempur mereka justru memuntahkan bom-bom mematikan di Jalur Gaza, menewaskan lebih dari 300 warga Palestina hanya dalam 48 jam terakhir. Sebuah paradoks diplomasi dan kekerasan yang mencengangkan dunia.
Menurut laporan The Guardian dan Reuters, gelombang serangan udara Israel pada 30 Juni hingga 2 Juli menewaskan puluhan anak-anak dan wanita. Bahkan, menurut Al Jazeera, sedikitnya 51 korban tewas adalah warga sipil yang sedang mengantri bantuan kemanusiaan.
“Israel menyebut mereka membidik infrastruktur militer Hamas,” lapor The Guardian. “Namun tayangan dari Rafah hingga Gaza City menunjukkan puing-puing rumah warga, tubuh anak-anak, dan ambulans yang kelelahan.”
Sementara dunia mengira negosiasi gencatan senjata berarti penurunan eskalasi, yang terjadi justru sebaliknya. Serangan udara meningkat tajam. “Kami tak lagi membedakan antara siang dan malam, semua bisa mati kapan saja,” ujar Umm Khaled, seorang ibu lima anak di Gaza kepada wartawan Al Jazeera.
Delegasi Israel kini sedang berdiskusi di Washington dengan mediator Amerika Serikat. Namun, skeptisisme terhadap niat Israel semakin menguat. Hamas dilaporkan meminta jaminan internasional atas gencatan senjata, setelah menyaksikan serangan brutal bahkan saat proposal damai dibahas.
“Apakah ini strategi negosiasi melalui kekuatan senjata?” tanya analis Timur Tengah dalam laporan Reuters. “Israel tampaknya ingin duduk di meja perundingan setelah memastikan mereka menekan habis-habisan lawannya.”
Sementara itu, Gaza kembali menjadi ladang kematian terbuka. Suara ledakan menggantikan adzan, dan debu reruntuhan menjadi warna langit. Bagi warga Gaza, diplomasi hanyalah kata-kata kosong yang bergema di ruang ber-AC ribuan kilometer dari darah yang mengalir di jalanan.
Penulis : Ilham Hamid
Editor : Septian Maulana