![]() |
Chan Po-ying, seorang aktivis dan pemimpin Liga Sosial Demokrat, ditahan oleh petugas polisi di Causeway Bay dekat Victoria Park pada bulan Juni 2023. Foto: Sawayasu Tsuji/Getty Images |
Star News INDONESIA, Selasa, (01 Juli 2025). JAKARTA - Dalam pernyataan resmi hari Minggu malam, League of Social Democrats (LSD), partai pro‑demokrasi paling gigih di Hong Kong, mengumumkan pembubarannya.
Pernyataan tersebut menyebut tekanan politik yang "intensif" — serta ditangkapnya para pemimpin, pembekuan rekening, dan rezim legislasi nasional security law — sebagai alasan utama .
Latar belakang
Didirikan pada 2006, LSD dikenal lewat aksinya yang lugas di jalanan dan advokasi sosial. Sejak diberlakukannya National Security Law oleh Beijing pada 30 Juni 2020, ratusan aktivis pro‑demokrasi telah ditahan di bawah pasal ‘subversion’ dan ‘foreign collusion’.
Tekanan sistemik
Laporan Reuters mengungkap bahwa tokoh kunci LSD seperti Leung Kwok‑hung dan Jimmy Sham telah dipenjara, dan partai kehilangan akses ke sumber dana serta bank.
Amnesty International mencatat bahwa 85 % kasus nasional security melibatkan ekspresi damai, dan penahanan pra‑sidang berlangsung rata‑rata 11 bulan.
Hambatan sipil dan sosial
Lebih dari sekadar aksi pemerintah, tekanan juga terjadi secara tidak langsung: toko, restoran, dan tempat kegiatan pro‑demokrasi terus mendapat inspeksi reguler dan ancaman pencabutan izin, seperti yang dialami oleh Leticia Wong dan Chan Kim Kam.
Reaksi masyarakat global
Western governments menyuarakan keprihatinan. U.S. Consul General Gregory May menyebut penegakan undang‑undang ini "transnational repression" dan mengkhawatirkan dampaknya terhadap kebebasan berbicara.
Sementara Human Rights Watch menyoroti bagaimana "only patriots" kini bisa menempati kekuasaan di Hong Kong.
Pembubaran LSD menyudahi bab terakhir dari struktur politik pro‑demokrasi formal di Hong Kong. Hampir seluruh partai dan organisasi – seperti Civic Party, Democratic Party, Demosistō – telah bubar dalam dua tahun terakhir, menyisakan lanskap politik tanpa oposisi nyata.
Meski begitu, beberapa aktivis berharap bahwa meski institusi formal menghilang, semangat advokasi tetap hidup di masyarakat Hong Kong. Bagi para pengamat, ini bukan akhir, tetapi metamorfosis dari perlawanan yang kini bergerak lebih stealth via seni, bisnis kecil, dan komunitas.
Penulis : Eddie Lim
Editor : Burhanudin Iskandar