![]() |
Serangan Israel Renggut Nyawa Dokter Kemanusiaan Asal Gaza. Foto : Reuters |
Star News INDONESIA, Jumat, (04 Juli 2025). JAKARTA - Malam belum sepenuhnya jatuh ketika suara dentuman pertama mengguncang langit utara Gaza.
Tak lama kemudian, langit memerah. Api. Asap. Tangis. Lalu sunyi. Sunyi yang hanya bisa diisi oleh jeritan dan sirene ambulans.
Itulah malam paling berdarah di Gaza dalam beberapa bulan terakhir. Israel, yang sedang bersiap menuju meja perundingan gencatan senjata, justru mengintensifkan serangan lewat artileri, kapal perang, dan serangan udara yang membabi buta.
Dalam 24 jam terakhir, sekitar 90 warga Palestina tewas, kebanyakan perempuan dan anak-anak.
Total korban minggu ini bisa mencapai 300 jiwa, menurut laporan pejabat medis.
Tapi satu nama membuat dunia terhenyak: Dr. Marwan al-Sultan, direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza.
Ia tewas seketika dalam serangan udara, bersama istrinya dan lima anaknya. Rumah mereka rata dengan tanah. Tak tersisa apa pun—kecuali kenangan tentang seorang dokter yang tak pernah meninggalkan pasiennya bahkan di tengah perang.
Dr. Marwan bukan hanya dokter. Ia adalah simbol harapan. Rumah Sakit Indonesia tempatnya bekerja berdiri sebagai salah satu dari sedikit tempat aman bagi warga Gaza yang luka dan trauma.
Kini, sang pemimpin rumah sakit itu gugur, dan banyak bertanya: siapa lagi yang akan merawat Gaza?
Serangan ini terjadi menjelang pembicaraan damai antara Israel dan Hamas yang akan digelar di Washington. Tapi apa arti “damai” jika satu kota diluluhlantakkan terlebih dahulu?
Israel mengklaim target mereka adalah fasilitas milik Hamas. Tapi siapa bisa menerima itu ketika rumah-rumah warga, RS Indonesia, dan anak-anak sekolah menjadi puing-puing?
"Anak-anak tidak berhenti menangis. Kami kehilangan seluruh blok bangunan," kata seorang warga kepada Reuters. Tim penyelamat bekerja di bawah ancaman bom susulan. Ambulans tidak cukup. Obat menipis. Dan mayat terus berdatangan.
Sementara dunia berdiplomasi, Gaza berdarah.
Indonesia, yang rumah sakitnya kini menjadi kuburan massal, belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait kematian Dr. Marwan. Namun media sosial di tanah air banjir duka dan kemarahan.
Nama Dr. Marwan menjadi trending. Sebagian menyebutnya pahlawan. Yang lain, martir kemanusiaan.
Kini, hanya dua pertanyaan tersisa: Berapa banyak nyawa lagi yang harus hilang sebelum kata 'gencatan senjata' benar-benar berarti?
Dan apakah dunia akan diam lagi saat Gaza kembali menjadi titik hitam di hati nurani umat manusia?
Penulis : Faizal Hamzah
Editor : Septian Maulana