![]() |
Dalai Lama menguraikan proses pemilihan penggantinya setelah ia meninggal harus sesuai tradisi Tibet bukan Tiongkok! |
Star News INDONESIA, Rabu, (02 Juli 2025). JAKARTA - Menjelang ulang tahunnya yang ke‑90 pada 6 Juli 2025, Dalai Lama ke‑14 menyatakan bahwa hanya lembaga yang ia dirikan—Gaden Phodrang Trust—yang berhak menentukan reinkarnasinya, sebuah sikap yang secara langsung menantang klaim Pemerintah Tiongkok atas proses suksesi pemimpin spiritual Tibet tersebut.
Dalam pernyataan video yang diputar pada konferensi agama di Dharamshala, Dalai Lama menegaskan, “Tidak ada pihak lain yang memiliki wewenang untuk campur tangan,” seraya menutup spekulasi bahwa ia mungkin menjadi Dalai Lama terakhir.
Beijing bergerak cepat. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Mao Ning, kembali menekankan bahwa reinkarnasi “harus diundi lewat ‘Golden Urn’ dan mendapat persetujuan pemerintah pusat”—ritus yang dikodifikasi dalam hukum Tiongkok sejak era Qing.
Gaden Phodrang Trust, jelas Samdhong Rinpoche, akan memimpin pencarian calon Dalai Lama ke‑15. Rinpoche menambahkan bahwa penerus bisa berasal dari “gender dan kewarganegaraan apa pun,” selama lahir di “negara bebas.”
Hal itu sejalan dengan pernyataan Dalai Lama bahwa reinkarnasinya kemungkinan besar muncul di luar Tiongkok—bahkan di tengah diaspora Tibet yang berjumlah sekitar 140.000 jiwa, separuhnya bermukim di India—dan tak harus berjenis kelamin laki‑laki.
Pengamat menilai langkah ini membuka potensi munculnya “dua” Dalai Lama—satu versi Beijing dan satu versi diaspora—yang bisa memperuncing ketegangan geopolitik serta menempatkan hak beragama Tibet di pusat sorotan global.
Sejak melarikan diri pascauprising 1959, Dalai Lama mengusung “Middle Way” yang menuntut otonomi sejati, bukan kemerdekaan penuh. Ia tetap figur perdamaian dunia—penerima Nobel 1989—meski kerap dicap separatis oleh Beijing.
Perayaan ulang tahun ke‑90 akhir pekan ini diperkirakan dihadiri ribuan biksu dan pengikut di Dharamshala. Pernyataan suksesi sang pemimpin menegaskan kesinambungan lembaga Dalai Lama sekaligus memanaskan kembali perebutan pengaruh antara tradisi Tibet dan ambisi kontrol Beijing.
Penulis : Eddie Lim
Editor : Septian Maulana