Mengapa Budaya Literasi Penting? Ini Manfaatnya untuk Ketajaman Berpikir dan Memori
ⒽⓄⓂⒺ

Mengapa Budaya Literasi Penting? Ini Manfaatnya untuk Ketajaman Berpikir dan Memori

Jumat, Desember 12, 2025
Membentuk karakter unggul lewat Literasi memiliki dampak pada otak dan mental. Foto : Imam Sulistyo/Burhanudin Iskandar


Star News INDONESIAJumat, (12 Desember 2025). JAKARTA - Di tengah derasnya arus informasi digital, para ahli pendidikan menilai budaya literasi kini menjadi salah satu pilar penting dalam membentuk ketajaman berpikir, daya ingat, dan karakter generasi muda. 


Kebiasaan membaca yang selama ini dianggap aktivitas sederhana, dinilai sebagai fondasi utama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di masa depan.


Pakar neurosains dan pendidikan, Dr. Rani Sutanto, menjelaskan bahwa aktivitas literasi—mulai dari membaca buku, menganalisis teks, hingga menulis—secara langsung merangsang kerja otak. 


“Ketika seseorang terbiasa membaca secara rutin, area otak yang bertanggung jawab pada konsentrasi, memori jangka panjang, dan kemampuan berpikir kritis meningkat signifikan,” ujarnya Jumat (12/10).


Menurutnya, kebiasaan membaca tidak sekadar menghasilkan pengetahuan, tetapi juga membentuk pola pikir. 


“Orang yang memiliki budaya literasi kuat terbiasa memilah informasi, menilai kebenaran suatu isu, dan menyimpulkan secara logis. Itu inti dari karakter yang kuat dan kritis,” tambah Rani.


Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga menegaskan pentingnya peningkatan budaya literasi sejak usia dini. 


Program seperti Gerakan Literasi Sekolah (GLS) dan penyediaan pojok baca di ruang publik dinilai menjadi langkah strategis yang harus terus diperkuat.


Pejabat Kemendikbudristek, Darmawan Prasetyo, menyebut bahwa tantangan terbesar saat ini adalah menanamkan literasi sebagai gaya hidup, bukan sekadar tugas akademik. 


“Kita ingin literasi menjadi kebiasaan yang akhirnya berkembang menjadi karakter. Ketika membaca menjadi kebutuhan, maka ketajaman berpikir dan daya ingat akan mengikuti,” jelasnya.


Survei internal kementerian menunjukkan bahwa pelajar yang memiliki kebiasaan membaca minimal 20 menit per hari cenderung memiliki kemampuan analisis lebih baik serta daya ingat yang lebih stabil dibanding siswa yang jarang terpapar literasi. 


Selain performa akademik, mereka juga lebih mampu menghadapi tantangan baru dan beradaptasi dalam situasi kompleks.


Meski begitu, sejumlah pengamat menilai bahwa peran keluarga dan lingkungan sosial tidak bisa diabaikan. 


Tanpa dukungan bersama, literasi sulit menjadi budaya yang mengakar. Akses terhadap buku berkualitas, perpustakaan yang memadai, serta konten digital edukatif dinilai penting untuk memperkuat ekosistem literasi nasional.


Dalam kondisi dunia yang semakin kompetitif, para ahli sepakat bahwa bangsa yang unggul adalah bangsa yang masyarakatnya memiliki kemampuan berpikir tajam, daya ingat kuat, dan karakter tangguh. 


Dan salah satu cara paling efektif membangun itu semua adalah melalui budaya literasi yang sehat dan berkelanjutan.


Penulis : Imam Sulistyo

Editor : Burhanudin Iskandar

𝓕𝓸𝓽𝓸 𝓣𝓮𝓻𝓫𝓪𝓻𝓾 :




Bagikan ini ke

ⓈⒽⒶⓇⒺ :

Komentar Anda

TerPopuler