![]() |
Psikologi di Balik Pilihan Hidup Sendiri Meski Cinta Membuat Hidup Lebih Indah. Foto : Ilustrasi |
Star News INDONESIA, Senin, (25 Agustus 2025). JAKARTA - Cinta, hubungan romantis, dan kehidupan bersama pasangan kerap digambarkan sebagai puncak kebahagiaan manusia.
Dari film Hollywood hingga budaya populer lokal, hidup berpasangan sering kali disebut sebagai “tujuan akhir” dalam perjalanan emosional seseorang.
Namun, di balik narasi dominan itu, semakin banyak orang di berbagai belahan dunia—termasuk Indonesia—yang secara sadar memilih untuk menjalani hidup sendiri.
Bukan karena patah hati, bukan pula karena belum menemukan pasangan. Tapi karena mereka memang menginginkannya.
Sebuah studi dari Pew Research Center pada 2024 menunjukkan peningkatan jumlah orang dewasa usia 30 ke atas yang memilih untuk tetap melajang, bukan karena tidak mampu menjalin hubungan, melainkan karena mereka merasa lebih utuh saat sendiri.
Psikolog klinis, Dr. Anindita Wirawan, mengatakan bahwa fenomena ini bukan sekadar bentuk penolakan terhadap cinta, tetapi refleksi dari nilai hidup yang lebih personal.
“Dulu, pasangan dianggap sebagai sumber kebahagiaan utama. Tapi sekarang, banyak yang menemukan kebahagiaan melalui kebebasan, pencapaian pribadi, dan koneksi non-romantis yang kuat seperti persahabatan dan keluarga,” jelasnya.
Di banyak budaya, termasuk Indonesia, tekanan untuk menikah tetap tinggi. Ungkapan seperti "kapan nikah?" masih menghantui meja makan keluarga setiap libur panjang.
Namun, generasi muda mulai membalikkan narasi tersebut. Mereka mempertanyakan apakah kebahagiaan harus datang dari status pernikahan.
“Banyak dari kita dibesarkan dengan ide bahwa hidup berpasangan itu satu-satunya cara bahagia. Tapi semakin saya hidup sendiri, saya sadar bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari orang lain,” ujar Dina (34), seorang profesional yang memilih untuk tetap melajang.
Meski begitu, bukan berarti mereka yang memilih hidup berpasangan salah arah. Banyak pasangan bahagia yang saling mendukung, tumbuh bersama, dan menemukan makna hidup dalam cinta romantis.
Kuncinya, menurut para ahli, adalah kesadaran diri. Apakah seseorang memilih sendiri atau berpasangan, yang paling penting adalah tahu mengapa ia memilih jalan itu, dan apakah pilihan itu membawa kedamaian dalam hidupnya.
“Sendiri bukan berarti kesepian. Dan punya pasangan bukan jaminan bahagia. Kita perlu berhenti menghakimi pilihan hidup orang lain,” tutup Dr. Anindita.
Hidup itu indah. Baik dengan pasangan maupun sendiri. Yang terpenting adalah kejujuran terhadap diri sendiri — tentang apa yang membuat hidup ini bermakna.
Penulis : Julia Silalahi
Editor : Willy Rikardus